Rabu, 02 Maret 2011

Artritis Reumatoid

ARTRITIS REUMATOID

PENDAHULUAN
Mengutip pendapat Sjamsuhidajat (1997), arthritis rheumatoid merupakan penyakit autoimun dari jaringan ikat terutama sinovial dan kausanya multifaktor. Penyakit ini ditemukan pada semua sendi dan sarung sendi tendon, tetapi paling sering di tangan. Selain menyerang sendi tangan, dapat pula menyerang sendi siku, kaki, pergelangan kaki, dan lutut. Arthritis kronik yang terjadi pada anak yang menyerang satu sendi atau lebih, dikenal dengan arthritis rheumatoid juvenile. Noer S (1996) mengatakan, arthritis rheumatoid merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang walaupun manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh.
Biasanya arthritis rheumatoid timbul secara sistemik. Gejala yang timbul berupa nodul subkutan yang terlihat pada 30% penderita. Nodul sering terdapat di ekstremitas atas dan tampak sebagai vaskulitis rheumatoid, yang merupakan manifestasi ekstraartikuler. Bila penyakit ini terjadi bukan pada sendi, seperti di bursa, sarung tendon, dan lokasi lainnya dinamakn rheumatoid ekstraartikuler. Biasanya terjadi destruksi sendi progresif, walaupun terjadi masa serangan, sendi tetap dapat mengalami masa remisi.
Destruksi jaringan sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah destruksi pencernaan oleh produksi protease, kolagenase, dan enzim-enzim hidrolitik lainnya. Enzim-enzim ini memecahkan tulang rawan, ligamen, tendon, dan tulang pada sendi, serta dilepaskan bersam-sama dengan radikal oksigen dan metabolit asam arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear (PMN) dalam cairan sinovial. Proses ini diduga adalah bagian dari suatu respons autoimun terhadap antigen yang diproduksi secara lokal.
Selain itu, destruksi jaringan juga terjadi melalui kerja panus rheumatoid. Panus merupakan jaringan granulasi vaskular yang terbentuk dari sinovium yang meradang dan kemudian meluas ke sendi. Sepanjang pinggir panus didapatkan destruksi kolagen dan proteoglikan melalui produksi enzi oleh sel-sel di dalam panus tersebut.
Berdasarkan penelitian Kalinoglou, et, al., (2008), indeks masa tubuh (BMI), dan lemak tubuh klien arthritis rheumatoid berhubungan dengan merokok sigaret. Penurunan masa otot berhubungan dengan perokok berat.

PENGERTIAN
Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya. Karakteristik RA adalah terjadinya kerusakan dan poliferasi pada membran synovial, yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas. Mekanisme imunologis tampak berperan penting dalam memulai dan timbulnya penyakit ini. Pendapat lain mengatakan, arthritis rheumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan penyambung yang diperantarai oleh imunitas.

EPIDEMIOLOGI
Arthritis rheumatoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar luas di seluruh dunia serta melibatkan semua ras da kelompok etnik. Walaupun belum dapat dipastikan sebagai penyebab, faktor genetik, hormonal, infeksi, dan heat shock protein (HSP) telah diketahui berpengaruh kuat dalam menentukan morbiditas penyakit ini. HSP adalah sekelompok protein yang berukuran sedang (60 – 90 kDa) yang dibentuk oleh sel seluruh spesies sebagai suatu respons terhadap stress. Mekanisme hubungan antara sel T dengan HSP belum diketahui dengan jelas.

INSIDEN
Arthritis rheumatoid terjadi kira-kira 2,5 kali lebih sering menyerang wanita darpada pria (Price, 1995). Menurut Noer S (1996) perbandingan antara wanita dan pria sebesar 3 : 1, dan wanita usia subur perbandingan mencapai 5 : 1. Jadi perbandingan antara wanita dan pria kira-kira 1 : 2,5 – 3. Insiden meningkat dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita. Kecenderungan insiden yang terjadi pada wanita dan wanita subur diperkirakan karena adanya gangguan dalam kesimbangan hormonal (estrogen) tubuh, namun hingga kini belum dapat dipastikan apakah faktor hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini. Penyakit ini biasanya pertama kali muncul pada usia 25 – 50 tahun, puncaknya adalah antara usia 40 hingga 60 tahun. Penyakit ini menyerang orang-orang di seluruh dunia, dari berbagai suku bangsa. Sekitar satu persen orang dewasa menderita arthritis rheumatoid yang jelas, dan dilaporkan bahwa di Amerika Serikat setiap tahun timbul kira-kira 750 kasus baru per satu juta penduduk (Price, 1995).

PENYEBAB
Penyebab artirits rheumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. Penyakit ini belum dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan faktor genetic. Namun, berbagai faktor (termasuk kecenderugan genetik) bisa mempengaruhi reaksi autoimun. Faktor-faktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi (Price, 1995), keturunan (Price, 1995; Noer S, 1996), dan lingkungan (Noer S, 1996). Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit arthritis rheumatoid adalah jenis kelamin, keturunan, lingkungan, dan infeksi.
Dari penelitian mutakhir, diketahui patogenesis arthritis rheumatoid dapat terjadi akibat rantai peristiwa imunologis yang terdapat dalam genetik. Terdapat kaitan dengan pertanda genetic seperti HLA-Dw4 dan HLA-DR5 pada orang kulit putih. Namun pada orang Amerika berkulit hitam, Jepang, dan Indian Chippewa, hanya ditemukan kaitan dengan HLA-Dw4.

PATOFISIOLOGI
Pada arthritis rheumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran synovial, dan akhirnya membentuk panus. Panus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan generative dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.

MANIFESTASI KLINIS
Ada beberapa manifestasi klinis yang lazim ditemukan pada klien artritis reumatoid. Manifestasi ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan. Oleh karenanya penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang sangat bervariasi.
• Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Terkadang dapat terjadi kelelahan yang hebat.
• Poliartritis simetris, terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.
• Kekakuan di pagi hari selama lebih dari satu jam, dapat bersifat generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam.
• Artritis erosif, merupakan ciri khas artritis reumatoid pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan dapat dilihat pada radiogram.

Deformitas
Kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Dapat terjadi pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere, dan leher angsa merupakan beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada klien. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan akan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
Nodul-nodul reumatoid adalah masa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian nodul-nodul ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodul-nodul ini biasanya merupakan suatu petunjuk penyakit yang aktif dan lebih berat.
Manifestasi ekstraartikuler , artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.






Tabel: Manifestasi Ekstraartikuler dari Artritis Reumatoid

Organ

Manifestasi


Kulit



Jantung




Paru-paru


Mata

Sistem saraf




Sistemik
Nodula subkutan.
Vaskulitis, menyebabkan bercak-bercak coklat.
Lesi-lesi ekimotik.

Perikarditis.
Tamponade perikardium (jarang).
Lesi peradangan pada miokardium dan katup jantung.

Pleuritis dengan atau tanpa efusi.
Peradangan pada paru-paru.

Skleritis

Neuropati perifer.
Sindrom kompresi perifer, termasuk sindrom carpal tunner, meuropati saraf ulnaris, paralisis peronealis, dan abnormalitas vertebra servikal.

Anemia (sering).
Osteoporosis generalisata.
Sindrom Felty.
Sindrom Sjogren (keratokonjungtivitis sika).
Amiloidosis (jarang).

Tabel: Kriteria American Rheumatism Association untuk Artritis Reumatoid, Revisi 1987.
Kriteria definisi
1. Kaku pagi hari.



2. Arthritis pada 3 daerah.










3. Arthritis pada persendian tangan


4. Arthritis simetris






5. Nodul rheumatoid




6. Faktor rheumatoid serum





7. Perubahan gambaran Kekakuan pagi hari pada persendian dan di sekitarnya, sekurangnya selama satu jam sebelum perbaikan maksimal.

Pembengkakan jaringan lunak, persendian atau terjadi efusi (bukan pertumbuhan tulang) pada sekurang-kurangnya tiga sendi secara bersamaan yang diobservasi oleh seorang dokter. Dalam criteria ini terdapat 14 persendian yang memenuhi criteria yaitu PIP*, MCP*, pergelangan tangan, siku pergelangan kaki, serta MTP* kiri dan kanan.

Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti yang tertera di atas.

Keterlibatan sendi yang sama (seperti yang tertera pada criteria dua) pada kedua belah sisi (keterlibatan PIP, MCP atau MTP bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris).

Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau daerah juksta-artikular yang diobservasi oleh seorang dokter.

Terdapatnya titer abnormal factor rheumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5 % kelompok control yang diperiksa.

Perubahan gambaran radiologis yang khas bagi arthritis rheumatoid pada pemeriksaan sinar X tangan posteroanterior atau pergelangan tangan yang harus menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi (perubahan akibat osteoarthritis saja tidak memenuhi persyaratan).

Untuk keperluan klasifikasi, seseorang dikatakan menderita artritis rheumatoid jika sekurang-kurangnya memenuhi empat dari tujuh criteria di atas. Criteria satu sampai empat harus terdapat minimal selama enam minggu. Pasien dengan dua diagnosis tidak dieksklusikan. Pembagian diagnosis sebagai arthritis rheumatoid klasik, definit, probable atau possible tidak perlu dibuat. * PIP: Proksimal Interphalangeal, MCP: Metacarpophalangeal, MTP: Metatarsophalangeal.

EVALUASI DIAGNOSTIK
Sekitar 85% klien arthritis rheumatoid mempunyai autoantibody di dalam serumnya yang dikenal sebagai faktor rheumatoid. Autoantibody ini adalah suatu faktor anti-gama globulin (IgM) yang bereaksi terhadap perubahan IgC. Titer yang tinggi, lebih besar dari 1 : 160, biasanya dikaitkan dengan nodul reumaotid, penyakit yang berat, vaskulitis, dan prognosis yang buruk.
Faktor rheumatoid adalah suatu indicator diagnosis yang membantu, tetapi uji untuk menemukan faktor ini bukanlah suatu uji untuk menyingkirkan diagnosis arthritis rheumatoid. Hasil yang positif juga dapat menyatakan adanya penyakit jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik, sklerosis sistemik progresif, dan dermatomiositis. Sekitar lima persen orang normal memiliki faktor rheumatoid yang positif dalam serumnya, dan sebanyak 20% orang normal yang berusia di atas 60 tahun dapat memiliki faktor rheumatoid dalam titer yang rendah.
Laju endap darah (LED) adalah pengukuran suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik didalam darah. Pada arthritis rheumatoid nilainya bisa mencapai 100 mm/jam atau lebih. Hal ini pertanda LED dapat dipakai untuk memantau aktivitas penyakit. Anemia normositik normokromik dapat disebabkan oleh arthritis rheumatoid melalui pengaruhnya terhadap sumsum tulang.
Pada anemia tersebut, klien tidak berespons terhadap pengobatan biasa dan bahkan dapat membuat klien merasa cepat lelah. Sering kali juga terdapat anemia kekurangan besi sebagai akibat pemberian obat untuk mengobati penyakit ini. Anemia semacam ini dapat berespons terhadap pemberian zat besi.
Cairan sinovial normal bersifat jernih, berwarna kuning muda dengan hitung sel darah putih kurang dari 200/mm³. Pada penyakit ini cairan sinovial kehilangan viskositasnya dan hitung sel darah putih meningkat mencapai 15.000 – 20.000/mm³. Hal ini membuat cairan menjadi tidak jernih. Cairan semacam ini dapat membeku, tetapi bekuannya tidak kuat dan mudah pecah.
Gambaran radiologik, menunjukkan tidak ditemukannya kelainan kecuali pembengkakan jaringan lunak pada tahap awal penyakit tetapi setelah sendi mengalami kerusakan yang berat, dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya tulang rawan sendi. Juga dapat terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan pengurangan densitas tulang. Perubahan-perubahan ini sifatnya tidak reversibel.
Pemeriksaan diagnostic arthritis rheumatoid dapat menjadi suatu proses yang kompleks. Pada tahap dini mungkin hanya ditemukan sedikit atau tidak ada uji laboratorium yang positif, perubahan-perubahan yang terjadi pada sendi dapat minor, dan gejala-gejalanya hanya bersifat sementara. Penemuan diagnosis tidak hanya bersandar pada satu karakteristik saja.

PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari program pengobatan adalah untuk menghilangkan nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari klien, serta mencegah dan/atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi. Penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan itu meliputi pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi, serta obat-obatan.
Pengobatan harus diberikan secara paripurna, karena penyakit sulit sembuh. Oleh karena itu, pengobatan dapat dimulai secara lebih dini. Klien harus diterangkan mengenai penyakitnya dan diberikan dukungan psikologis. Nyeri dikurangi atau bahkan dihilangkan, reaksi inflamasi harus ditekan, fungsi sendi dipertahankan, dan deformitas dicegah dengan obat antiinflamasi nonsteroid, alat penopang ortopedis, dan latihan terbimbing.
Pada keadaan akut kadang dibutuhkan pemberian steroid atau imunosupresan. Sedangkan, pada keadaan kronik sinovektomi mungkin berguna bila tidak ada destruksi sendi yang luas. Bila terdapat destruksi sendi atau deformitas dapat dianjurkan dan dilakukan tindakan artrodesis atau artroplastik. Sebaiknya pada revalidasi disediakan bermacam alat bantu untuk menunjang kehidupan sehari-hari di rumah maupun di tempat kerja.
Langkah pertama dari program penatalaksanaan arthritis rheumatoid adalah memberikan pendidikan kesehatan yang cukup tentang penyakit kepada klien, keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan klien. Pendidikan kesehatan yang diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologi penyakit, penyebab dan prognosis penyakit, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit, dan metode-metode yang efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan kesehatan ini harus dilakukan secara terus-menerus. Pendidikan dan informasi kesehatan juga dapat diberikan dari bantuan klub penderita, badan-badan kemasyarakatan, dan dari orang-orang lain yang juga menderita arthritis rheumatoid, serta keluarga mereka.
Istirahat adalah penting karena arthritis rheumatoid biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat timbul setiap hari tetapi ada masa-masa di mana klien merasa keadaannya lebih baik atau lebih berat. Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat. Hal ini memungkinkan klien dapat mudah terbangun dari tidurnya pada malam hari karena nyeri. Disamping itu latihan-latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, dan sebaiknya dapat dilakukan sedikitnya dua kali sehari. Obat-obat penghilang nyeri mungkin perlu diberikan sebelum latihan, dan mandi paraffin dengan suhu yang dapat diatur antara suhu panas dan dingin dapat dilakukan. Alat-alat pembantu dan adaptif mungkin diperlukan untuk melakukan aktivitas kehisupan sehari-hari. Latihan yang diberikan sebaiknya dilakukan oleh tenaga ahli yang sudah mendapatkan pelatihan sebelumnya, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja karena latihan yang berlebihan dapat merusak struktur-struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh adanya penyakit.
Penderita arthritis rheumatoid tidak memerlukan diet khusus karena variasi pemberian diet yang ada belum terbukti kebenarannya. Prinsip umum untuk memperoleh diet seimbang sangat penting. Penyakit ini dapat juga menyerang sendi temporomandibular, sehingga membuat gerakan mengunyah menjadi sulit. Sejumlah obat-obat tertentu dapat menyebabkan rasa tidak enak pada lambung dan mengurangi nutrisi yang diperlukan. Pengaturan berat badan dan aktivitas klien haruslah seimbang karena biasanya klien akan mudah menjadi terlalu gemuk disebabkan aktivitas klien dengan penyakit ini relative rendah. Namun, bagian yang penting dari seluruh program penatalaksanaan adalah pemberian obat.
Obat-obat dipakai untukmengurangi nyeri, meredakan peradangan, dan untuk mencoba mengubah perjalanan penyakit. Nyeri hamper tidak dapat dipisahkan dari arthritis rheumatoid, sehingga ketergantungan terhadap obat harud diusahakan seminimum mungkin. Obat utama pada arthritis rheumatoid adalah obat-obatan antiinflamasi nonsteroid (NSAID).
Obat antiinflamasi nonsteroid bekerja dengan menghalangi proses produksi mediator peradangan. Tepatnya menghambat sintesis prostaglandin atau siklo-oksigenase. Enzim-enzim ini mengubah asam lemak sistemik endogen, yaitu asam arakidonat menjadi prostaglandin, prostasiklin, tromboksan, dan radikal-radikal oksigen.
PENGKAJIAN
Aktivitas/Istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena pergerakan, nyeri tekan, yang memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan sendi pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simeteris. Keterbatasan fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, aktivitas istirahat, dan pekerjaan. Gejala lain adalah keletihan dan kelelahan yang hebat.
Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit; kontraktur/kelainan pada sendi dan otot.
Kardiovaskular
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/kaki, misalnya pucat intermitten, sianotik, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
Integritas Ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/kronis, misalnya finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan social. Keputusasaan dan ketidakberdayaan. Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas diri misalnya ketergantungan pada orang lain, dan perubahan bentuk anggota tubuh.
Makanan/Cairan
Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/mengonsumsi makanan/cairan adekuat; mual, anoreksia, dan kesulitan untuk mengunyah.
Tanda : Penurunan berat badan, dan membrane mukosa kering.
Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi secara mandiri. Ketergantungan pada orang lain.
Neurosensori
Gejala : Kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Tanda : Pembengkakan sendi simetris.
Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri (disertai/tidak disertai pembengkakan jaringan lunak pada sendi). Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pada pagi hari).



Keamanan
Gejala : Kulit mengilat, tegang; nodus subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki, kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap, kekeringan pada mata, dan membran mukosa.
Interaksi Sosial
Gejala : kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain, perubahan peran, isolasi.

DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien rheumatoid arthritis (Doenges, 2000) adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut/kronis berhubungan denhan distensi jaringan akibat akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri/ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot.
3. Gangguan citra tubuh/perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi atau ketidakseimbangan mobilitas.
4. Kurang perawatan diri (uraikan) berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat bergerak atau depresi.
5. Risiko tinggi kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah berhubungan dengan proses penyakit degenerative jangka panjang, sistem pendukung tidak adekuat.
6. Kurang pengetahuan/kebutuhan belajar mengenai penyakit, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi.
Sementara Carpenito (1995) merumuskan diagnosis keperawatan pada klien rheumatoid arthritis, adalah sebagai berikut:
1. Kelemahan berhubungan dengan penurunan mobilitas.
2. Risiko tinggi kerusakan membran mukosa oral berhubungan dengan pengaruh obat dan sindrom Sjogren.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, fibrosistis.
4. Risiko tinggi isolasi social berhubungan dengan kelemahan dan kesulitan ambulasi.
5. Gangguan pola seksual berhubungan dengan nyeri, kelemahan, sulit mengatur posisi, dan kurang adekuat lubrikasi.
6. Gangguan proses keluarga berhubungan dengan kesulitan/ketidakmampuan klien.
7. Ketidakberdayaan berhubungan dengan perubahan fisik dan psikologis akibat penyakit.



RENCANA KEPERAWATAN
Rencana asuhan keperawatan pada klien arthritis rheumatoid di bawah ini, disusun berdasarkan diagnosis keperawatan, tindakan keperawatan, dan rasionalasis (Doenges, 2000).
1. diagnosis Keperawatan: Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan akibat akumulasi cairan proses inflamasi, destruksi sendi.
Tindakan Rasional
Mandiri
1. kaji keluhan nyeri, skala nyeri, serta catat lokasi dan intensitas, faktor-faktor yang mempercepat, dan respons rasa sakit nonverbal.

2. Berikan matras/kasur keras, bantal kecil. Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan.





3. Biarkan klien mengambil posisi yang nyaman waktu tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi.

4. Tempatkan/pantau penggunaan bantal, karung pasir, gulungan trokanter, bebat atau brace.




5. Anjurkan klien untuk sering merubah posisi. Bantu klien untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan di bawah, serta hindari gerakan yang menyentak.

6. Anjurkan klien untuk mandi air hangat. Sediakan waslap hangat untuk kompres sendi yang sakit. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya.



7. Berikan masase yang lembut.


8. Dorongan penggunaan teknik manajemen stress, misalnya relaksasi progresif, sentuhan terapeutik, biofeedback, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas.

9. Libatkan dalam aktivitas hiburan sesuai dengan jadwal aktivitas klien.



10. Beri obat sebelum dilakukan aktivitas/latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.

Kolaborasi
11. Berikan obat sesuai petunjuk:
• Asetilsalisilat (Aspirin).











• NSAID lainnya, misalnya ibuprofen (motrin), naproksen, sulindak, piroksikam (feldene), fenoprofen.

• D-penisilamin (cuprimine).












• Antasida.




• Produk kodein.







• Bantu klien dengan terapi fisik, misalnya sarung tangan paraffin, bak mandi dengan kolam bergelombang.

• Berikan kompres dingin jika dibutuhkan.


• Pertahankan unit TENS jika digunakan.



• Siapkan intervensi pembedahan, misalnya sinovektomi.



1. Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan efektivitas program.


2. Matras yang empuk/lembut, bantal yang besar akan menjaga pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang nyeri.

3. Pada penyakit yang berat/eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri/cedera.


4. Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri/kerusakan pada sendi. Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan hilang mobilitas/fungsi sendi.

5. Mencegah terjadinya kelelahan unum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/rasa sakit pada sendi.


6. Meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit, dan menghilangkan kekakuan pada pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan.

7. Meningkatkan relaksasi/mengurangi tegangan otot.

8. Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol nyeri, dan dapat meningkatkan kemampuan koping.




9. Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat.

10. Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot/spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi.


11. Obat-obatan:
• Bekerja sebagai antiinflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas. ASA harus dipakai secara regular untuk mendukung kadar dalam darah terapeutik. Riset mengindikasikan bahwa ASA memiliki indeks toksisitas yang paling rendah dari NSAID lain yang diresepkan.

• Dapat digunakan bila klien tidak memberikan respons pada aspirin atau untuk meningkatkan efek dari aspirin.

• Dapat mengontrol efek-efek sistemik dari RA jika terapi lainnya tidak berhasil. Efek samping yang lebih berat misalnya trombositopenia, leucopenia, anemia aplastik membutuhkan pemantauan yang ketat. Obat harus diberikan di antara waktu makan, karena absorpsi obat menjadi tidak seimbang akibat makanan dan pproduksi antasida dan besi.

• Diberikan bersamaan dengan NSAID untuk meminimalkan iritasi/ketidaknyamanan lambung.

• Meskipun narkotik umumnya adalah kontraindikasi, namun karena sifat kronis dari penyakit, penggunaan jangka pendek mungkin diperlukan selama periode eksaserbasi akut untuk mengontrol nyeri yang berat.

• Memberikan dukungan hangat/panas untuk sendi yang sakit.


• Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak pada periode akut.

• Rangsang elektrik tingkat rendah yang konstan dapat menghambat transmisi sensasi nyeri.

• Pengangkatan sinovium yang meradang dapat mengurangi nyeri dan membatasi progresi dari perubahan degeneratif.

2. Diagnosis Keperawatan: Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri/ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot.
Tindakan Rasional
Mandiri
1. Evaluasi/lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/rasa sakit pada sendi.

2. Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan. Buat jadwal aktivitas yang sesuai dengan toleransi untuk memberikan periode istirahat yang terus-menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu.

3. Bantu klien latihan rentang gerak pasif/aktif, demikian juga latihan resistif dan isometrik jika memungkinkan.




4. Ubah posisi klien setiap dua jam dengan bantuan personel yang cukup. Demonstrasikan/bantu teknik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas.


5. Posisikan sendi yang sakit dengan bantasl, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, dan brace.



6. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher.

7. Dorong klien mempertahankan postur tegak dan duduk, berdiri, berjalan.

8. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi/kloset, menggunakan pegangan tangga pada bak/pancuran dan toilet, penggunaan alat bantu mobilitas/kursi roda.

Kolaborasi
9. Konsultasi dengan ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis vokasional.




10. Berikan matras busa/pengubah tekanan.



11. Berikan obat-obatan sesuai indikasi:
• Agen antireumatik, misalnya garam emas, natrium tiomaleat.









• Steroid



12. Siapkan intervensi bedah:
• Artroplasti.



• Prosedur pelepasan tunnel, perbaikan tendon, ganglionektomi.

• Implant sendi.
1. Tingkat aktivitas/latihan tergantung dari perkembangan resolusi proses inflamasi.

2. Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting, untuk mencegah kelelahan, dan mempertahankan kekuatan.


3. Mempertahankan/meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot, dan stamina umum. Latihan yang tidak adekuat dapat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi.

4. Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Mempermudah perawatan diri dan kemandirian klien. Teknik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit.

5. Meningkatkan stabilitas jaringan (mengurangi risiko cedera) dan mempertahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh serta dapat mengurangi kontraktur.

6. Mencegah fleksi leher.


7. Memaksimalkan fungsi sendi, mempertahankan mobilitas.

8. Menghindari cedera akibat kecelakaan/jatuh.





9. Berguna dalam memformulasikan program latihan/aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasi alat/bantuan mobilitas.

10. Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas/terjadi dekubitus.

11. Obat-obatan:
• Krisoterapi (garam emas) dapat menghasilkan remisi dramatis/terus-menerus tetapi dapat mengakibatkan inflamasi rebound bila terjadi penghentian atau dapat terjadi efek samping serius, misalnya krisis nitrotoid seperti pusing, penglihatan kabur, kemerahan tubuh, dan berkembang menjadi syok anafilaktik.
• Mungkin dibutuhkan untuk menekan inflamasi sistemik akut.

12. Intervensi bedah:
• Perbaikan pada kelemahan periartikuler dan subluksasi dapat meningkatkan stabilitas sendi.
• Perbaikan berkenaan dengan defek jaringan penyambung, meningkatkan fungsi, dan mobilitas.
• Pergantian mungkin diperlukan untuk memperbaiki fungsi optimal dan mobilitas.

Diagnosis Keperawatan: gangguan citra tubuh/perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi atau ketidakseimbangan mobilitas.
Tindakan Rasional
Mandiri
1. Dorong klien mengungkapkan perasaannya mengenai proses penyakit dan harapan masa depan.


2. Diskusikan arti dari kehilangan/perubahan pada klien/orang terdekat. Pastikan bagaimana pandangan pribadi klien dalam berfungsi dalam gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual.

3. Diskusikan persepsi klien mengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan klien.

4. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, serta ketergantungan.


5. Observasi perilaku klien terhadap kemungkinan menarik diri, menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan tubuh.

6. Susun batasan pada perilaku maladaptive. Bantu klien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu mekanisme koping yang adaptif.

7. Ikut sertakan klien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas.


8. Bantu kebutuhan perawatan yang diperlukan klien.

9. Berikan respon/pujian positif bila perlu.



Kolaborasi
10. Rujuk pada konseling psikiatri, misalnya perawat spesialis psikiatri., psikiatri/psikolog, pekerja sosial.


11. Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, misalnya antiansietas dan obat-obatan peningkat alam perasaan.
1. Memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/kesalahan konsep dan mampu menghadapi masalah secara langsung.

2. Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/konseling lebih lanjut.


3. Isyarat verbal/nonverbal orang terdekat dapat mempengaruhi bagaimana klien memandang dirinya sendiri.

4. Nyeri konstan akan melelahkan, perasaan marah, dan bermusuhan umum terjadi.

5. Dapat menunjukkan emosional atau metode koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut/dukungan psikologis.

6. Membantu klien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri.



7. Meningkatkan perasaan kompetensi/harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong partisipasi dalam terapi.

8. Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri.

9. Memungkinkan klien untuk merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan perilaku positif, dan meningkatkan rasa percaya diri.

10. Klien/orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ketidakmampuan.

11. Mungkin dibutuhkan pada saat munculnya depresi hebat sampai klien mampu mengembangkan kemampuan koping yang lebih efektif.

Diagnosis Keperawatan: Kurang perawatan diri (uraikan) berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat bergerak atau depresi.
Tindakan Rasional
Mandiri
1. Diskusikan dengan klien tingkat fungsional umum sebelum timbulnya/eksaserbasi penyakit dan risiko perubahan yang diantisipasi.

2. Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri, dan program latihan.

3. Kaji hambatan klien dalam partisipasi perawatan diri. Identifikasi/buat rencana untuk modifikasi lingkungan.

Kolaborasi
4. Konsultasi dengan ahli terapi okupasi.






5. Mengatur evaluasi kesehatan di rumah sebelum dan setelah pemulangan.





6. Membuat jadwal konsul dengan lembaga lainnya, misalnya pelayanan perawatan di rumah, ahli nutrisi.
1. Klien mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini.

2. Mendukung kemandirian fisik emosional klien.

3. Menyiapkan klien untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri.


4. Berguna dalam menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Misalnya memasang kancing, menggunakan alat bantu, memakai sepatau, atau menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran.

5. Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat ketidakmampuan aktual. Memberikan lebih banyak keberhasilan usaha tim dengan orang lain yang ikut serta dalam perawatan, misalnya tim terapi okupasi.

6. Klien mungkin membutuhkan berbagai bantuan tambahan untuk partisipasi situasi di rumah.

Diagnosis Keperawatan: risiko tinggi kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah berhubungan proses penyakit degeneratif jangka panjang, sistem pendukung tidak adekuat.
Tindakan Rasional
Mandiri
1. Kaji tingkat fungsional fisik klien.



2. Evaluasi lingkungan sekitar untuk mengkaji kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri sendiri.

3. Tentukan sumber-sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi individual. Identifikasi sistem pendukung yang tersedia untuk klien, misalnya membagi perbaikan/tugas-tugas rumah tangga antara anggota keluarga atau pelayanan.

4. Identifikasi peralatan yang diperlukan untuk mendukung aktivitas klien, misalnya peninggian dudukan toilet, kursi roda.

Kolaborasi
5. Koordinasikan evaluasi di rumah dengan ahli terapi okupasi.



6. Identifikasi sumber-sumber komunitas, misalnya pelayanan pembantu rumah tangga, pelayanan sosial (bila ada).
1. Mengidentifikasi tingkat bantuan/dukungan yang diperlukan klien.

2. Menentukan kemungkinan susunan yang ada/perubahan susunan rumah untuk memenuhi kebutuhan klien.

3. Menjamin bahwa kebutuhan klien akan dipenuhi secara terus-menerus.





4. Memberikan kesempatan untuk mendapatkan peralatan sebelum pulang untuk menunjang aktivitas klien di rumah.


5. Bermanfaat untuk mengidentifikasi peralatan, cara-cara untuk mengubah berbagai tugas dalam mempertahankan kemandirin.

6. Memberikan kemudahan berpindah pada/mendukung kontinuitas dalam situasi di rumah.


Diagnosis Keperawatan: Kurang pengetahuan/kebutuhan belajar mengenai penyakit, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi.

Tindakan Rasional
Mandiri
1. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan.


2. Diskusikan kebiasaan klien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet, obat-obatan, serta program diet seimbang, latihan, dan istirahat.

3. Bantu klien dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis, periode istirahat, perawatan diri, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen stress.

4. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik.




5. Rekomendasikan penggunaan aspirin bersalut/dibuper enterik atau salisilat nonasetil, misalnya kolin salisilat (anthropan) atau kolin magnesium trisalisilat (trilisate).

6. Anjurkan klien untuk mencerna obat-obatan dengan makanan, susu atau antasida.


7. Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan, misalnya tinnitus, intoleransi lambung, perdarahan gastrointestinal, dan ruan purpurik.




8. Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter.

9. Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak mengandung vitamin, protein, dan zat besi.

10. Dorong klien yang obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi penurunan berat badan sesuai kebutuhan.

11. Berikan informasi mengenai alat bantu, misalnya bermain barang-barang yang bergerak, tongkat untuk mengambil, piring-piring ringan, tempat duduk toilet yang dapat dinaikkan, palang keamanan.

12. Diskusikan teknik menghemat energy, misalnya duduk lebih baik daripada berdiri dalam menyiapkan makanan dan mandi.

13. Dorong klien untuk mempertahankan posisi tubuh yang benar, baik saat istirahat maupun saat beraktivitas, misalnya menjaga sendi tetap meregang, tidak fleksi.

14. Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan lakukan perawatan kulit lainnya di bawah bebat, gips, alat penyokong. Tunjukkan pemberian bantalan yang tepat.

15. Diskusikan pentingnya obat-obatan lanjutan/pemeriksaan laboratorium, misalnya LED, kadar salisilat, PT.







16. Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan.




17. Identifikasi sumber-sumber komunitas, misalnya yayasan arthritis (bila ada).
1. Memberikan pengetahuan di mana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi yang disampaikan.

2. Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendi/jaringan lain guna mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas.

3. Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada waktu menangani proses penyakit kronis yang kompleks.



4. Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung ketepatan dosis, misalnya aspirin harus diberikan secara regular untuk mendukung kadar terapeutik darah 18 – 25 mg.

5. Preparat bersalut/dibufer dicerna dengan makanan, meminimalkan iritasi gaster, mengurangi risiko perdarahan. Produk nonasetil sedikit dibutuhkan untuk mengurangi iritasi lambung.

6. Membatasi iritasi gaster. Pengurangan nyeri akan meningkatkan kualitas tidur dan meningkatkan kadar darah serta mengurangi kekakuan di pagi hari.

7. Memperpanjang dan memaksimalkan dosis aspirin dapat mengakibatkan takar lajak (overdosis). Tinitus umumnya mengindikasikan kadar terapeutik darah yang tinggi. Jika terjadi tinnitus, dosis umumnya diturunkan menjadi satu tablet setiap tiga hari sampai berhenti.

8. Banyak produk mengandung salisilat tersembunyi (misalnya obat diare, pilek) yang dapat meningkatkan risiko overdosis obat/efek samping yang berbahaya.
9. Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan/regenerasi sel.



10. Penurunan berat badan akan mengurangi tekanan pada sendi, terutama pinggul, lutut, pergelangan kaki, da telapak kaki.

11. Mengurangi paksaan untuk menggunakan sendi dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan.

12. Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri, dan kemandirian.


13. Mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup klien untuk mengurangi tekanan sendi dan nyeri.



14. Mengurangi risiko iritasi/kerusakan kulit.





15. Terapi obat-obatan membutuhkan pengkajian/perbaikan yang terus-menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah overdosis, serta efek samping yang berbahaya, misalnya aspirin memperpanjang PT, peningkatan risiko perdarahan. Krisoterapi aka menekan trombosit, potensi risiko untuk trombositopenia.

16. Informasi mengenai posisi-posisi yang berbeda dan teknik dan/atau pilihan lain untuk pemenuhan seksual mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan harga diri/percaya diri.

17. Bantuan/dukungan dari orang lain dapat meningkatkan pemulihan maksimal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar